Kamis, 31 Maret 2016

Pura Rambut Siwi Dari Dang Hyang Nirartha

Om swastyastu, 
Salam damai semuanya kali ini Asta Kosala Kosali akan meluncur ke bagian barat pulau bali. Setelah lama muter-muter di timur akhirnya ke barat juga. Setelah cari refrensi dan ilham, akhirnya ketemu yang menjadi pilihan adalah Pura Rambut Siwi. Pura yang terbesar di bali bagian barat.

Cek di map google pura rambut siwi terletak di  di Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Perjalanan memakan waktu kira-kira 2,5 jam dengan jarak tempuh 77km melewati jalan raya denpasar gilimanuk. Mencari pura ini sangat mudah karena terletak di pinggiran jalan dan ada plang petunjuk yang memudahkan kita untuk menemukanya.

Sampai di parkir pura kita harus menaiki beberapa anak tangga yang tidak terlalu banyak, tapi tetap saja melelahkan.

Pura rambut siwi mirip dengan Pura Uluwatu yang keberadaanya dia atas tebing yang dikelilingi oleh samudra yang luas dan biru. Pemandangan ini semakin indah jika dinikmati pada saat matahari terbenam tidak kalah dengan pemandangan laut di yang ada Pura Uluwatu.

Sambil menikmati keindahan, kedamaian dan kesejukan angin pura rambut siwi, penulis akan menceritakan sedikit sejarah yang dapat dikumpulkan untuk menghilangkan dahaga hausnya rasa penasaran dan keingintahuan akan sejarah pura ini ;D.
Dimulai dari:

Pura Rambut siwi tahun 1947
Pura Rambut siwi tahun 1947

Sejarah Pura Rambut Siwi
Ada beberapa refrensi dari asal muasal dari pura ini, semua veri memberikan sumber yang kuat, sehingga penulis juga binggung sumber mana yang bisa menjadi acuan yang sebenarnya.

Menurut Mpu Bhaskara Murti dari Geria Madu Sudana di kota Negara:
Diceritakan pada saat Mpu Dang Hyang Nirartha bertandang ke Bali dan tempat pertama yang beliau pijak adalah di pura ini. Pada saat itu keadaan disana adalah berupa hutan belantara yang masih liar. Penjaga dari pura ini meminta untuk beliau bersembahyang di pura ini untuk meminta keselamatan agar beliau tidak di terkam binatang buas.

Karena diharuskan, menyembahlah beliau di pura ini dan pura pun hancur berantakan. Karena ketidaktahuan penjaga pura siapa sebenarnya beliau, maka penjaga tersebut minta maaf dan meminta untuk beliau membangun kembali pura tersebut seperti sedia kala.

Dengan kesaktian dan kedidjayaan beliau pura ini pun kembali seperti sedia kala, kemudian beliau mengambil beberapa helai rambut beliau dan diletakkan di pura ini untuk dijadikan sarana pemujaan di pura ini sehingga pura ini menjadi suci.

Menurut Dwijendra tatwa:
Sejarah pendirian pura rambut siwi juga terdapat  ada dalam Dwijendra tatwa dimana pura rambut siwi memiliki dua makna yaitu rambut berarti rambut dan siwi bermakna puja atau kehormatan sehingga rambut siwi dapat diartikan sebagai penghormatan kepada rambut yang dalam hal ini milik  Mpu Dang Hyang Nirartha.

Menurut Dwijendra tatwa diceritakan perjalanan suci Dang Hyang Nirartha berkeliling bali, beliau berangkat dari arah barat ke selatan kemudian balik ke timur menyusuri pantai. Di setiap persinggahan beliau membangun pura dan memberi pengajaran agama kepada masyarakat, salah satunya di pura rambut siwi.

Menurut buku “Sejarah Pembangunan Pura-pura di Bali” oleh ketut soebandi (alm)
Di dalam buku “Sejarah Pembangunan Pura-pura di Bali” juga terdapat tulisan tentang pendirian pura rambut siwi dimana diceritakan kedatangan Dang Hyang Nirartha di Bali pada tahun Caka 1411 atau tahun 1489 masehi.

Pada saat itu kedatangan beliau ke Desa Gading Wani karena mendengar keadaan desa yang pada saat itu sedang dilanda wabah penyakit, dan karena kedatangan beliau berhasil menghilangkan wabah dan menyembuhkan penyakit yang diderita masyarakat desa.

Saat beliau ingin melanjutkan perjalan sucinya masyarakat memaksa bliau untuk menetap desa dan tidak melanjutkan perjalan karena takut akan wabah penyakit yang kembali lagi. Tetapi keinginan masyarakat tidak dapat maka sebagai gantinya beliau memberikan sehelai rambut beliau yang memiliki kekuatan yang dapat mengindarkan dari wabah penyakit. Rambut ini kemudian dipuja dan dibuatkan tempat suci. Dari cerita itulah diambil kata “rambut siwi” yang berarti dipuja.

Kisah Raja Raksasa
Cerita ini diceritakan oleh pemangku pura rambut siwi secara turun-temurun dahulu di pura ini hidup raja raksasa yang membuat masyarakat desa ketakutan,  Dhanghyang nirartha pun datang untuk membantu masyarakat dengan kekuatan dan kesaktian dari rambutnya berhasil mengalahkan raja raksasa tersebut kemudian rambut tersebut diserahkan kepada masyarakat untuk dimuliakan.

Pura rambut siwi merupakan pura peninggalan dari ida maharsi markhandia. Dari keempat cerita dan sumber yang berbeda, semua memiliki hal yang sama yaitu pembangunan pura ini erat kaitanya dengan kedatangan pedanda sakti wawu rauh atau Dang Hyang Nirartha .

Tentang  Pura Rambut Siwi
Di pura rambut siwi terdapat pelinggih utama terletak di bagian timur, berupa meru tumpang tiga, di bangunan suci meru tumpeng tiga ini terdapat 4buah arca. Arca ini merupakan perwujudan dari dhang hyang nirarta dengan istri dan ke dua putrinya.

Pura rambut siwi merupakan pura berstatus Dang Kahyangan, pura  ini merupakan tempat pemujaan kebesaran dan kesaktian dari Dang Hyang Nirarta. Jika dilihat pura ini di kelilingi oleh sawah yang membentang luas dan berterasering. 

Di sebelah selatan pura terdapat tangga turun menuju dua buah goa bernama pura tirta. Pura ini diyakini suci karena di tempat inilah dang hyang nirarta menapaki kakinya pertama kali. Di goa ini terdapat arca ular kobra berkepala tiga.  Patung ini dibuat berdasarkan peristiwa yang terjadi pada tahun 2012 yaitu terlihat dua ekor ular kobra berkepala tiga yang muncul di mulut gua dan ini diyakini merupakan manifestasi dari tiga rambut milik dhang hyang nirartha.



Akhir dari perjalanan pura ini terima kasih sudah membaca, jika penasaran silahkan datang ke tempat ini dan ditunggu ceritanya.
Terima kasih sudah membaca,semoga dapat memberikan informasi yang diinginkkan, maaf jika ada hal yang salah dalam penulisan atau kesalahan apapun, saran dan komentar pembaca diperlukan untuk mmembangun blog ini menjadi lebih baik,
Om Shanty, shanty, Shanty om

Renungan hari ini:
Promod Brata
Jika Anda ingin berbahagia selama satu jam, silakan tidur siang. Jika Anda ingin berbahagia selama satu hari, pergilah berpiknik. Bila Anda ingin berbahagia seminggu, pergilah berlibur. Bila Anda ingin berbahagia selama sebulan, menikahlah. Bila Anda ingin berbahagia selama setahun, warisilah kekayaan. Jika Anda ingin berbahagia seumur hidup, cintailah pekerjaan Anda.


Rabu, 30 Maret 2016

Pura Goa Raja Tempat Pertemuan Para Dewata

Pura Goa Raja
Pura Goa Raja

Om Swastyastu,
Salam rahayu pembaca, dalam perjalanan kali ini penulis mengunjungi salah satu pura yang cukup terkenal dan berada masih dalam area Pura Besakih yaitu Pura Goa Raja, terletak di di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Keberadaan pura ini berada berdekatan dengan Pura Ulun Kulkul. Jika anda melakukan persembahyangn di Pura Besakih hendaknya lakukan persembahyangan di pura ini terlebih dahulu.

Biasanya penulis bersembahyang di tempat ini bertepatan dengan odalan di Pura Besakih. Dimulai dari Pura Ulun Kulkul, ke Pura Goa raja, ke Pura Besakih dan terakhir ke Pura Gelap. Untuk mencapai Pura Goa Raja ini tidaklah sulit, dari parkiran kita sudah dapat melihatnya tapi untuk mencapi ke goanya kita harus menuruni beberapa anak tangga. Tapi sebelumnya kita harus bersembahyang di pura yang terletak di atas Pura Goa Raja.

Sampai di bawah kita akan melihat sebuah jalan yang dulunya merupakan sungai aktif yang berbentuk memanjang. Sebelum masuk ke dalam hendaknya melukat dengan memercikan tirta yang berada di depan goa dahulu dan baru dipersilahkan untuk masuk.

Pura Goa Raja
Pura Goa Raja
Setelah melewati dinding tebing kita akan melihat mulut goa yang di dalamnya terdapat tiga buah pelinggih yang bersimbolkan Naga Suci yaitu Sang Hyang Naga Tiga yakni Sang Hyang Naga Ananthaboga yang melambangkan bumi, Sang Hyang Naga Basuki melambangkan air dan Sang Hyang Naga Taksaka melambangkan udara, ketiganya Sang Hyang Naga Tiga dipercaya membentuk pulau Bali.

Berikut ini penulis akan memaparkan beberapa informasi yang semoga bermamfaat tentang Pura Goa Raja ini.

Pura Goa Raja Tembus Ke Goa Lawah.

Goa Raja ini tidaklah sedalam goa yang berada di Pura Goa Lawah,  dipercaya bahwa pada jaman dahulu goa di Pura Goa Lawah tembus sampai ke pura Goa Raja, tapi karena gempa di tahun 1917 membuat bagian dalam goa ini tertimbun dan memutus hubungan ke dua goa. Di tahun 2002 dilakukan kali ke tiga pemugaran akibat dari meletusnya Gunung Agung tahun 1917 dan 1963.


Pura Goa Raja Tempat Pertemuan Para Dewata.


Pura Goa Raja diyakini merupakan tempat bertemunya Sang Hyang Naga Tiga yaitu Hyang Naga Ananthaboga, Sang Hyang Naga Basuki dan Sang Hyang Naga Taksaka. 

Di dalam Lontar Prekempa Gunung Agung ditulis Sang Hyang Tri Murti untuk menjaga bumi menjelma menjadi Sang Hyang Naga Tiga dimana Dewa Brahma turun menjelma menjadi Naga Ananta Bhoga. Dewa Wisnu menjelma sebagai Naga Basuki. dan Dewa Iswara menjadi Naga Taksaka. 

Naga Basuki bagian kepalanya ke laut menggerakan samudara agar menguap menjadi hujan, Ekornya menjadi gunung dan sisik ekornya menjadi pohon-pohonan yang lebat di hutan. Kepala Naga Basuki itulah yang disimbolkan dengan Pura Goa Lawah dan ekornya menjulang tinggi sebagai Gunung Agung. Pusat ekornya itu di Pura Goa Raja.

Cerita Manik Angkeran
Cerita Manik Angkeran

Manik Angkeran di Pura Goa Raja.

Pura Goa Raja ini merupakan tempat yang menjadi saksi tentang cerita Dang Hyang Manik Angkeran. Manik Angkeran merupakan anak dari Danghyang Siddhimantra yang lahir dari upacara Api Homa yang dilakukan bliau.

Di tempat inilah Dang Hyang Manik Angkeran memotong ekor dari Sang Hyang Naga Basuki karena pikirannya yang dipenuhi kegelapan akan Intan yang berada di bagian ekor Ida Bhatara Nagaraja atau Sang Hyang Naga Basuki. Sang Hyang Naga Basuki yang marah menyemburkan api mengikuti arah kaburnya Manik Angkeran yang membawa intanya dan kemudian membakarnya menjadi abu. Tempat terbakarnya Manik Angkeran itu belakangan bernama Cemara Geseng dan menjadi lokasi Pura Manik Mas Besakih. Sementara itu permata milik Ida Bang Manik Angkeran ditempatkan sebagai pusaka junjungan di Pura Dalem Lagaan, Bebalang, Bangli.

Manik Angkeran yang meninggal dibakar oleh Sang Hyang Naga Basuki, kemudian dihidupkan lagi oleh Sang Hyang Naga Basuki setelah Dang Hyang Sidimantra berhasil menyambung kembali ekor Sang Hyang Naga Basuki yang terpotong itu. Setelah hidup kembali Manik Angkeran bangun dan kemudian berlari dan kemudian di tenangkan oleh Manik Angkeran dan diajak menghadap ke Sang Hyang Naga Basuki. Tempat itu kemudian bernama Pura Bangun Sakti.

Bhatara Rambut Sedana berstana di Pura Goa Raja

Pura Goa Raja merupakan stana dari Ida Batara Rambut Sedana atau Bhatara Sri Sedana
dipuja sebagai Dewi Kesejahteraan yang menganugerahkan harta kekayaan, emas-perak (sarwa mule), permata dan uang (dana) kepada manusia. Piodalan di pura Goa Raja pada hari Buda Wage Klawu atau Buda Cemeng Klawu pada hari itu masyarakat Hindu di Bali melakukan pemujaan kepada Tuhan sebagai wujud syukur atas harta yabg diberikan sebagai hasil kerja keras yang sudah dilakukan.


Demikian perjalanan penulis kali, semoga dengan artikel ini dapat bermamfaat bagi pembaca yang ingin mencari informasi tentang keberadaan pura-pura di Bali. Sumber diambil dari banyak sumber, maaf jika ada kesalahan pada penulisan. 
Om Shanti, Shanti, shanti, Om.

Renungan hari ini:
Kantaravanadurggesu krcchresvapatsu sambhrame
Udyatesu ca sastresu nasti dharmmavatam bhayam(SS.22)

Artinya:

Meskipun berada di tempat yang berbahaya, tidak akan timbul bahaya yang menimpa orang yang senantiasa melaksanakan dharma, karena perbuatan baiknya itulah yang melindunginya.

Senin, 28 Maret 2016

Keunikan Perahu Batu Di Pura Ponjok Batu

Om Swastyastu,
Salam rahayu bagi pembaca Asta Kosala Kosali masih berkutat di wilayah karangasem banyak tempat dan hal yang unik yang dapat dikunjungi dan dilihat di daerah ini. Saking banyaknya sampai penulispun bingung menyambungkan perjalanan karena banyak yang belum ditulis.

Kali ini penulis akan mengulas tentang Pura Ponjok Batu, perjalanan yang ditempuh lumayan panjang melewati gunung, lembah dan lautan ;D. Perjalan lewat jalan Ida Bagus Mantra melewati Pura Goa Lawah, Candi Dasa, Dan juga Taman Ujung Sukasada dan masih banyak lagi, tinggal dipilih.

Setelah perjalanan yang panjang sampailah di TKP setelah berhenti sebentar di Tirta Gangga, baru sampai di area parkiran saja sudah terdengar suara debuaran ombak laut jawa. Setelah masuk kita akan dimanjakan dengan pemandangan luas laut jawa yang biru dan pohon yang tumbuh dimana-mana.

Kurang rasanya jika kita hanya menikmatinya saja, kali ini penulis akan mencoba mencari informasi dari berbagai sumber untuk mengetahui sejarah pura ini. Berikut penjabarannya:


Tentang pura ponjok batu
Pura ponjok batu terletak di terletak di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Buleleng.

Terletak di sebuah tanjung dimana terdapat banyak batu yang celahnya banyak ditumbuhi pohon kamboja. Arsitektur pura ini terbuat dari susunan batu hitam yang didesain agar kuat, yang melambangkan kesucian sekaligus merupakan ciri khas dari pura ponjok batu.

Pura ponjok batu memiliki makna tanjung batu, atau semenanjung yang berarti daratan yang menjorok ke laut. Pura ini merupakan tempat persembahyangan umum, jika pengendara yang biasa melintasi daerah ini akan bersembahyang ke pura ini dahulu, baru melanjutkan perjalanan.

Pura Ponjok Batu termasuk dalam Penyungsungan Jagat atau Pura Dang Kahyangan, selain pura ponjok batu, Pura Pulaki di Desa Banyupoh, Gerokgak juga termasuk dalam Penyungsungan Jagat atau Pura Dang Kahyangan.

Piodalan di Pura ini dilaksanakan pada Purnama Desta dan Sasih Kasa Purnama Kasa. Pura ini memiliki hubungan dengan Pura Bukit Sinunggal yang berada di desa Tajun, setiap ada upacar melasti ida batara di Pura Bukit Sinunggal maka tempat pemelastianya dilakukan di pura Ponjok batu.

Sejarah Pura Ponjok Batu
Sejarah dari pura ini sulit untuk ditemukan, minim bukti yang menceritakan tentang pembangunan pura ini. Namun yang diketahui, keberadaan pura ini tak bisa lepas dari sejarah kedatangan Pendeta Siwa Sidanta.

Danghyang Nirartha Menolong Bendega.
Yaitu Danghyang Nirartha (Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh) pada abad ke-15, saat masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali. Di dalam lontar Dwijendra Tattwa ditulis kedatangan Danghyang Nirartha.

Dalam perjalanan spiritual beliau, mulai dari Pura Pulaki dan pura lainnya, termasuk bersemedi pura Ponjok Batu. Sebelumnya bliau telah menolong seorang bendega dan awak perahu asal Lombok, yang sedang karam di sekitar pantai Ponjok Batu. Dikisahkan, awak perahu itu melihat batu bersinar di tengah laut. Batu didatangi, dan dibelah.

Tetapi kemudian kapal mereka rusak sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai datang pertolongan dari Danghyang Nirartha. Batu yang terbelah itu hingga kini masih ada di pantai Ponjok Batu. Danghyang Nirartha kemudian melanjutkan perjalanannya ke pulau Lombok ikut dalam rombongan kapal tersebut.

Sejak kedatangan Danghyang Nirartha, nilai spiritual tempat suci ini bangkit kembali. Pura Ponjok Batu mulai memancarkan sinar secara terus-menerus. Padahal Danghyang Nirartha telah meninggalkan tempat itu dan pergi menuju ke Lombok.

Penemuan Sarkopagus Di Pura Ponjok Batu
Pada tahun 1995 dilakukan penggalian dan perbaikan di pura ini, kemudian ditemukan sarkopagus yang terbuat dari batu cadas. Sarkopagus merupakan peti mayat yang digunakan untuk penguburan mayat jaman dahulu.

Peguburan semacam ini dahulu dilakukan pada jaman perundagian yaitu 500 tahun yang lalu. Mayat yang dikubur di dalam sarkopagus biasanya adalah orang yang dihormati pada masanya.

Keunikan Perahu Batu Di Pura Ponjok Batu

Ini adalah primadona dari pura ponjok batu yang membuat banyak orang penasaran dan penulis tentunya yaitu keberadaan perahu batu yang berada di sisi laut. Perahu ini tidak besar, beralaskan batu karang yang kuat dan sangat disucikan.

Untuk dapat melihatnya kita tinggal menuruni tangga menuju bibir pantai yang berbatu, saran untuk tetap berhati-hati karena ombak laut sangat deras jangan sampai anda terjatuh. Dari sana kita bisa melihat perahu ini, dan tepat didepanya ada sebuah karang berbentuk gua yang biasanya digunakan untuk tempat melukat atau mensucikan diri dengan sarana air.

Maps Pura Ponjok Batu



Demikian perjalanan Asta Kosala Kosali, penulis minta maaf jika ada informasi ataupun kesalahan dalam kata, karena informasi yang diterima berdasarkan buku, website dan cerita masyarakat sekitar. terima kasih sudah membaca nantikan perjalanan ombakrarebali di tempat unik lain.
Om Shanty, Shanty, Shanty, Om.

Renungan hari ini:
Yathadityah samudyan vai tamah sarvam vyapohati
Evam kalvanamatistam sarvapapam vyapohati(SS.16)
Artinya:

Seperti prilaku matahari yang terbit meleyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma memusnahkan segala macam dosa.